Muamalah syariah 3

MARI BERMUAMALAH SYARIAH DAN
MENGHINDARI TRANSAKSI-TRANSAKSI YANG HARAM
(Lanjutan bagian 3)

Hikmah Diharamkannya Riba

Para ahli tafsir menerangkan bahwa keharaman riba itu mempunyai beberapa hikmah menurut syariat. Berikut ini beberapa hikmah diharamkannya riba.
1. Sesungguhnya riba itu menghendaki mengambil harta manusia tanpa adanya imbalan, karena orang yang menjual satu dirham dengan dua dirham kontan atau pinjaman menghasilkan adanya satu dirham yang tidak ada imbalannya (tidak ada gantinya), sedangkan harta seorang muslim itu tergantung dengan kebutuhannya, dan ia memiliki kehormatan yang besar. Rasulullah SAW bersabda: Kehormatan harta orang Islam itu seperti kehormatan darahnya. H.R. Abu Nuaim fil Hilyah di dalamnya ada isnad yang dhoif tetapi Ibnu Hajar berkata: Baginya memiliki beberapa saksi yang saling memperkuat (at-Talhisul Habir 3/46 Cetakan Syirkah ath-Thiba‟ah al-Faniyah).
2. Tetapnya harta di dalam tangan seseorang dalam waktu yang lama dan kemungkinannya dia bisa memperdagangkan dan mengambil manfaat itu sesuatu yang wahmun (remang-remang) kadang-kadang bisa untung kadang-kadang bisa tidak untung, sedangkan mengambil satu dirham sebagai tambahan itu sesuatu yang pasti. Kehilangan suatu kepastian bagi masa yang remang-remang itu tidak sepi dari Dhoror (al-Mausu‟ah 22/54, Nihayah al-Muhtaj 3/409, Hasyiah al-Jamal 3/46, al-Qolyuby 2/166, Tafsir al-Qurthuby 3/359).
3. Sesungguhnya riba mencegah manusia dari kesibukan usaha (cenderung senang menjadi pemalas), karena pemilik uang ketika memungkinkan dengan perantaraan akad riba bisa menghasilkan uang tambahan secara kontan maupun pinjaman, usaha ke arah mencari maisyah menjadi remeh (malas pen.). Bagi orang tersebut, hampir-hampir dia tidak menanggung keberatan usaha, keberatan berjual beli dan keberatan dalam melakukan kerajinan tangan (manufaktur). Hal tersebut akan mendatangkan terputusnya manfaat-manfaat makhluk yang tidak bisa terorganisir kecuali dengan adanya perdagangan/niaga, beberapa pekerjaan, kerajinan tangan (manufaktur) dan kegiatan pembangunan-pembangunan gedung dan lain-lain.
4. Riba akan mendatangkan terputusnya kebaikan-kebaikan di antara manusia yang berhubungan dengan adanya pinjam meminjam. Sesungguhnya riba ketika diharamkan, hati seseorang menjadi baik/senang dengan memberikan pinjaman satu dirham dan kembali satu dirham sepertinya, dan seandainya riba itu halal maka bisa dipastikan hajat yang dibutuhkan akan membawanya kepada mengambil satu dirham dengan dua dirham. Hal ini akan mendatangkan terputusnya saling membantu (di antara sesama pen.) dan terputusnya kebaikan-kebaikan (lainnya) (Tafsir al-Kabir lilfakhri ar-Rozi 7/93-94, Tafsir Ghoroib al-Qur‟an wa Roghoib al-Furqon lin Naisabury 3/81 bihamisyi ath-Thobary).
Kesimpulannya: riba telah merusak tatanan kehidupan sosial dan ekonomi manusia (pen.).
 Macam macam Riba dan Contohnya

1. Riba fadl
Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi yang sejenis, namun berbeda kadar atau takarannya. Contoh 1: 20 kg beras kualitas bagus, ditukar dengan 30 kg beras kualitas menengah. Contoh 2: menukarkan uang 10 dinar emas dengan uang 15 dinar emas; uang 100 dirham perak ditukarkan dengan uang 150 dirham perak.

2. Riba nasi’ah
Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi tidak sejenis yang dilakukan secara utangan (tempo), atau terdapat penambahan nilai transaksi yang diakibatkan oleh perbedaan atau penangguhan waktu transaksi. Contoh: 1) mengambil keuntungan atau tambahan atas pinjaman uang yang pengembaliannya ditunda, seperti A menjual sepeda motor kepada B seharga Rp 10 juta rupiah lunas dalam tiga bulan, karena B tidak bisa melunasi dalam tiga bulan, maka A memberi kelonggaran waktu tiga bulan lagi dengan syarat utangnya menjadi Rp 12 juta; 2) tukar menukar dollar dengan rupiah yang penyerahan salah satu atau keduanya di kemudian hari.

3. Riba qardh
Riba yang muncul akibat adanya tambahan atas pokok pinjaman yang dipersyaratkan di muka oleh kreditur atau shahibul maal kepada pihak yang berutang (debitur), yang diambil sebagai keuntungan. Contoh: A memberi pinjaman uang kepada B Rp 10 juta dengan syarat B mengembalikan pinjaman tersebut sebesar Rp 18 juta pada saat jatuh tempo.

4. Riba jahiliyah
Riba yang muncul akibat adanya tambahan persyaratan dari kreditur atau shahibul maal, di mana pihak debitur diharuskan membayar utang yang lebih dari pokoknya, karena ketidakmampuan atau kelalaiannya (default) dalam pembayaran saat utang telah jatuh tempo. Contoh: A memiliki utang senilai Rp 10 juta kepada B jatuh tempo 1 Desember 2014. Namun sampai dengan tanggal tersebut, A belum mampu melunasi pinjamannya. Akhirnya pihak B membuat syarat kepada A, jangka waktu pinjaman dapat diperpanjang, tetapi jumlah utang bertambah menjadi Rp 15 juta.

5. Riba yad
Menurut golongan Syafi’iyyah, riba yad ialah jual beli dengan menunda pengambilan salah satu gantinya atau kedua-duanya tanpa menyebut jangka waktunya (Al Mausu’ah juz 22 hal. 57). Contoh: A membeli bata merah pada B dengan nilai transaksi saat ini secara kontan, namun B menyerahkan bata merahnya di kemudian hari. Adanya jeda waktu tersebut dapat menimbulkan gharar (ketidakpastian), karena harga bata merah ketika diserahkan di kemudian hari bisa berbeda dengan harga pada waktu transaksi pembayaran.
Macam-macam dan contoh riba di atas hukumnya haram berdasarkan dalil-dalil di bawah ini.


Dari Abu Sa‟id, ia berkata: ”Datang Bilal kepada Nabi SAW dengan membawa kurma barni (kurma kualitas bagus) dan beliau bertanya kepadanya: ”Darimana engkau mendapatkannya?” Bilal menjawab: ”Saya mempunyai kurma yang rendah mutunya dan menukarkannya dua sha‟ dengan satu sha‟ kurma barni agar kami dapat memberi makan kepada Nabi SAW” Ketika itu Rasulullah SAW bersabda: ”Hati-hati! Hati-hati! Ini aslinya riba, ini aslinya riba. Jangan kamu lakukan, bila engkau mau membeli kurma maka juallah terlebih dahulu kurmamu yang lain untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma barni! (HR. Bukhari fii Kiabul buyu’)
Penjelasan:
Barang-barang ribawi itu ada 6 (enam), yaitu: 2 (dua) berupa mata uang terdiri dari emas dan perak (dan semua yang dikiyaskan kepada keduanya seperti mata uang rupiah, ringgit, dolar dan lainnya pen.). Dan yang empat berupa makanan yaitu kurma, gandum, jawawut/sya‟ir sejenis gandum (dan semua yang dikiaskan kepada ketiganya sebagai makanan pokok, seperti beras dan jagung pen.) dan garam, berdasarkan dalil:

Dari Abu Sa’id al-Hudriyi RA dari Rasulullah SAW Beliau bersabda: emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jawawut/gandum dengan
jawawut/gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam semisal dengan semisal, kontan dengan kontan, maka barang siapa yang menambah atau minta tambahan sungguh dia telah melakukan riba, orang yang mengambil dan orang yang memberi dalam urusan riba itu sama saja.

Dari Usamah bin Zaid sesungguhnya Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya riba itu dalam pinjam-meminjam (HR. Muslim dan Ibni Majah)

Dari Abil Minhal dia berkata: Aku bertanya kepada Barra‟ bin „Azib dan Zaid bin Arqam RA dari tukar-menukar mata uang,keduanya berkata orang ini lebih baik dariku dan keduanya berkata Rasulullah SAW melarang menjual mata uang emas dibayar dengan mata uang perak secara pinjaman (HR. Bukhari )

Dari Usamah bin Zaid, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya riba berada pada pinjaman.” Abdillah berkata: yang dimaksud Nabi yaitu satu dirham (dibayar) dua dirham (HR. Addaromi fii Kitabul buyu’)

Malik telah bercerita padaku dari Zaid bin Aslam, ia berkata: Riba pada zaman jahiliyah yaitu bahwa ada seorang laki-laki, memiliki suatu kewajiban (utang) pada laki-laki (yang lain) untuk jangka waktu tertentu. Maka ketika telah jatuh tempo, yang memberikan pinjaman (kreditur) berkata: Apakah kamu mau membayar atau memberi tambahan (pembayaran). Maka ketika debitur membayar, kreditur menerima (pembayaran), dan jika tidak membayar, maka debitur menambah haknya kreditur, dan kreditur memperpanjang sampai waktu tertentu (HR. Malik fii Kiabul Buyu’)

Dari Abdillah bin Amr dia berkata : Rasulullah SAW bersabda: Tidak halal pinjam dan jual-beli, tidak halal dua syarat dalam satu penjualan, tidak halal keuntungan apa apa yang kamu belum menguasai barangnya(menjual barang yang telah dibelinya yang oleh si penjual barangnya belum diserahkan kepadamu) dan tidak halal jual beli apa-apa yang tidak ada di sisimu (HR. Abu Dawud, Albani: Hasan shoheh)
Pada jaman sekarang ini, banyak transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan masuk dalam kategori riba. Beberapa contoh transaksi riba yang dilakukan di berbagai lembaga bisnis dan keuangan saat ini.
1) Lembaga Keuangan Konvensional.
Lembaga Keuangan (LK) Konvensional beroperasi dengan menggunakan sistem bunga. Nasabah yang menyimpan uangnya di LK mendapatkan imbalan berupa bunga sebesar persentase tertentu dari uang yang disimpan di LK tersebut.

Demikian pula nasabah yang meminjam uang ke LK harus membayar bunga sebesar persentase tertentu dari pinjaman pokoknya. Berdasarkan dalil-dalil yang telah dikaji, maka hukum bertransaksi seperti di atas adalah haram karena mengandung unsur riba. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa larangan bunga LK Konvensional pada simpanan berbentuk, giro (NO: 01/DSN-MUI/IV/2000), tabungan (NO: 02/DSN-MUI/IV/2000), dan deposito (NO: 03/DSN-MUI/IV/2000).

2) Lembaga Pembiayaan Kendaraan Bermotor Konvensional.
Lembaga keuangan menyediakan dana pembelian kredit sepeda motor. Harga jual sepeda motor secara tunai sebesar 15 juta rupiah. Apabila seseorang ingin membeli sepeda motor dengan angsuran selama tiga tahun maka harganya menjadi 18 juta rupiah, kalau empat tahun 20 juta rupiah dan kalau lima tahun menjadi 22 juta rupiah. Berdasarkan dalil-dalil yang telah disampaikan di atas, maka hukumnya bertransaksi seperti itu haram karena mengandung unsur riba dan termasuk jual beli dengan dua harga dalam satu penjualan. Adanya perbedaan jual beli tunai dan kredit tersebut karena pada saat jual beli dilakukan secara kredit, pihak lembaga keuangan mengenakan bunga. Bunga yang ditetapkan akan berbeda-beda tergantung dari jangka waktu kreditnya. Semakin lama jangka waktu kreditnya, maka semakin tinggi bunganya. Pembiayaan menggunakan sistem leasing (sewa beli) hukumnya juga haram karena terdapat dua syarat dalam satu akad transaksi, yaitu sewa dan jual beli.

3) Obligasi.
Obligasi merupakan salah satu instrumen keuangan berupa surat pengakuan utang dari satu pihak kepada pihak lain yang membeli surat obligasi sejumlah nilai tertentu yang tertera dalam obligasi tersebut. Pihak yang mengeluarkan obligasi memberikan imbalan berupa bunga sebesar persentase tertentu dari pokok utang yang tertera dalam obligasi tersebut sampai jangka waktu jatuh tempo. Berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan di atas, maka hukumnya obligasi adalah haram karena mengandung unsur riba, yaitu adanya tambahan dari pokok modal/utang.
(Bersambung………………)
Oleh,
Ir. Amat sarjono
Ketua Dewan Pimpinan Daerah
  Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kabupaten Lahat
Sekretaris Komisi Kerukunan Umat Beragama
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lahat




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMERINTAH DAERAH APRESIASI LDII KABUPATEN LAHAT

TEMU PENEGAK PANDEGA DAERAH SAKO PRAMUKA SPN SUMSEL 2023

DPD LDII Audiensi dengan Kakanmenag Kabupaten Lahat